Monday, February 15, 2021

Tips Mencari Rumah Sakit atau Tenaga Kesehatan (Nakes) yang Pro ASI

Kemarin pas ultah Arema, ponakanku lahir. Mendengar cerita adik iparku tentang betapa pro ASI nya RS Puri Bunda, aku seneng banget. Yah, secara udah lama aku nggak gitu perhatian lagi masalah perASIan gitu loh. Ini benar-benar kabar gembira buat ibu hamil. (Hooiii, ini lho RS pro ASI). Dengan gencarnya kampanye menyusui (lucu ya, manusia adalah satu-satunya spesies di mana menyusui spesiesnya sendiri pun perlu promosi), kupikir semakin ke sini, kondisi di lapangan bakal semakin membaik. Ternyata nggak juga. Beberapa hari kemudian, salah seorang temenku melahirkan di bidan, dan jeng jengg, dikasihlah sufor karena dibilang ASI nya belum keluar.. *hikhik*
Berbekal sedikit pengalaman berjuang dengan darah dan air mata (tsahhh) mengusahakan ASI eksklusif buat Aidan, aku jadi pingin sharing gimana cara mendeteksi RS/nakes pro ASI atau tidak, sejak saat periksa kehamilan.


One, two, three.. Here we go..

1. Tanya kepada ibu-ibu yang habis melahirkan di situ. Bagaimana perlakuan nakes terhadap mereka dan bayinya pasca melahirkan. IMD? Rawat gabung? Apa ada di antara mereka yang ASI nya belum keluar di hari pertama? Kalau ada, gimana penanganannya?
Itu cara paling mudah untuk mengambil kesimpulan apakah nakes/RS pro ASI atau tidak. Butuh sedikit effort dan sedikit muka tembok memang, karena kita bakal nanya-nanya orang yang nggak kenal, yang mungkin masih kesakitan, kecapekan, dan kemungkinan memandang kita sebagai orang asing yang patut dicurigai bakal nyuri bayinya. Tipsnya: bilang terus terang kalau lagi hamil (untuk yang perut udah gede sih lebih mudah kali ya?) dan sedang mengumpulkan informasi. Believe me, bumil lebih dipercaya (dan dikasihani) orang ketimbang bugamil (aka ibu nggak hamil). Kalau ada kenalan yang habis melahirkan di situ sih enak, gampang aja nanya-nanya. Tapi kita butuh sample penelitian yang agak banyak ya, dengan kasus yang beda-beda kalau bisa. Jadi lebih gampang mengambil kesimpulan.

2. Perhatikan sekitar. Ada tanda-tanda kemasan sufor? Botol susu? Meskipun nakes bilang kalau pro ASI, tapi kalau ada benda-benda itu di sana, patut dipertanyakan dong ya? Boleh-boleh aja positive thinking (buat ASIP (ASI perah) kali?), tapi berhubung sedang penyelidikan, maka azas yang dikedepankan harus azas waspada dulu.

3. Nanya langsung ke nakesnya. Nah ini pun ada caranya. Kalau sekedar nanya 'di sini pro ASI?' Sudah jelas semuanya bakal menjawab: iyaaa. Padahal tolok ukur pro ASI kita dengan mereka bisa jadi berbeda. Jadi nanyanya pun harus pake cara.

Yang perlu ditanyakan:

1) Apakah semua bayi yang lahir langsung IMD?
- Kalau jawabnya 'tergantung permintaan', maka pertimbangkan lagi. Kalau IMD bukan prosedur wajib di situ, bisa jadi IMD nya bakal nggak sesuai IMD yang seharusnya. Mungkin cuma nempel bentar di dada ibunya, atau bahkan nakesnya yang langsung masukin mulut bayi ke puting ibunya. Usahakan cari RS/nakes yang IMDnya sudah jadi SOP.
- Kalau jawabnya 'iya IMD', tanyakan aja prosedur IMD nya gimana? Berapa lama di dada ibunya? Diintervensi nggak sama nakesnya?
Buat yang belum tahu IMD yang benar gimana, bisa dibaca di sini. Kalau perlu, print halamannya dan bawa saat periksa, lalu tanyakan, apa prosedurnya nanti seperti itu? Atau ada perbedaan? Kalau ada, di bagian mananya? Kalau perbedaannya nggak terlalu prinsipil, ya udah woles aja.
- Kalau jawabnya 'tergantung dokter anaknya', maka temui dokter yang dimaksud dan tanyakan hal-hal pokok yang kita bahas di sini. Oya, kalau persalinan dibantu dokter kandungan (DSOG), maka sejak hamil harus sudah konsultasi dengan dokter spesialis anak (DSA) juga ya, karena urusan bayi adalah urusan DSA, bukan urusan DSOG. Kalau sejak hamil nggak minta DSA tertentu, maka pada saat kita melahirkan, pihak RS akan menyediakan DSA yang bertugas hari itu. Iya kalau kita merasa cocok dengan DSA nya, kalau enggak kan repot. Mending sejak hamil memutuskan pakai DSA siapa, daripada nggerundel di belakang kan?

2) Bayi dirawat gabung dengan ibunya atau di ruangan bayi tersendiri?

Kalau di bidan, pada umumnya bayi selalu berada dekat ibunya. Tetapi nggak semua bidan telaten ya, kadang ada juga yang urusan mengganti popok diserahkan ke pihak keluarga. Untuk urusan ASI, walaupun rawat gabung, ada bidan yang nggak tahan mendengar bayi rewel, jadi jika ASI yang keluar sedikit (dan hari pertama sudah pasti ASI yang keluar memang sedikit), maka bidan akan memberi sufor dengan dalih untuk menenangkan bayi. INI TITIK YANG SANGAT KRITIS bagi kita yang mau memperjuangkan ASI eksklusif, karena dengan kondisi badan yang extremely exhausted, kebanyakan kita akan nurut aja apa kata bidan. Dan suami pun biasanya ho oh aja kalau istrinya sudah mengiyakan karena mayoritas suami memang nggak terlalu paham urusan ASI. Berbahagialah anda yang suaminya bersedia belajar tentang ASI, bahkan ikut kelas edukASI AIMI di saat kehamilan anda. YANG PERLU ANDA PEGANG ERAT-ERAT (tegaskan juga ke suami sejak anda hamil) adalah prinsip bahwa lambung bayi baru lahir hanyalah sebesar kelereng dan ASI beberapa tetes (kira-kira 1 sendok teh - tau sendok teh kan? Itu kira-kira cuma 5 ml) sudah cukup buatnya setiap kali menyusu. Selama ini banyak orang terkecoh dengan jumlah ASI yang sedikit, dianggap kurang buat bayi, sehingga mengijinkan nakes memberi sufor, padahal memang segitulah kebutuhan bayi (apalagi melihat sufor yang diberikan hanya 30 ml, kita menganggap itu SEDIKIT, padahal buat bayi yang lambungnya kecil, 30 ml itu TERLALU BANYAK).
Ini prinsip yang harus anda pegang erat-erat sehingga nggak mudah menyerah pada kalimat 'ASI nya kurang' meskipun dalam kondisi sangat lelah. Sebetulnya, suamilah yang pegang peranan di sini, harus tegas di saat istrinya sik gak beg, nggak punya cukup tenaga dan pikiran untuk berpikir jernih.
Di RS, mungkin anda akan menemui RS pro ASI yang tidak melakukan rawat gabung untuk alasan keamanan. Sepanjang SOP mereka tegas untuk tidak memberi sufor tanpa persetujuan ortu dan selalu memberikan bayi kepada ibunya setiap kali bayi butuh menyusu, maka kondisi ini masih bisa ditolerir.

3) Bagaimana nakes/RS mendeteksi kesulitan menyusui dan apa tindakan yang akan diambil jika hal itu terjadi?
Ini poin yang krusial ya, moms, karena nggak semua nakes mengenali masalah menyusui dan bersedia meminta bantuan ketika ia nggak bisa mengatasi masalah tersebut. Ujung-ujungnya suforlah yang jadi andalannya.


Ketika mengajukan pertanyaan, posisikan diri kita sebagai orang yang kurang begitu memahami masalah menyusui (walaupun anda susah lulus kelas berjenjang edukASI AIMI) dan bertanyalah seperti orang yang tidak paham. Mengapa? Ilmu nakes baru akan keluar kalau kita bersikap demikian dan bukan sebaliknya, bersikap sok tahu apalagi sampai menghakimi. Kita butuh info yang jujur dari pihak nakes demi mengambil kesimpulan apakah mereka cukup memahami masalah menyusui dan bisa mengambil tindakan untuk mengatasinya.

Contoh:

*Untuk menggali pemahaman mereka tentang tongue tie, gunakan orang ketiga, misalnya: Teman saya cerita, kata dokternya, bayinya tongue tie. Apa itu dok/bubid? Gimana cara mendeteksinya? Gimana mengatasinya?

*Kata orang menyusui itu nggak sakit, tapi kok ada teman saya yang menyusuinya sakit, itu kenapa ya?

Pertanyaan-pertanyaan semacam itulah.

Ini penting banget ya, karena pengalamanku sendiri, nggak semua dokter anak memahami masalah menyusui. Aidan dulu berat badannya naiknya nggak signifikan. Aku bawa ke dokter anak, berganti-ganti sampai 6 DSA di Malang, tak satupun yang bisa mendiagnosa dengan tepat apa masalahnya. Ada yang meresepkan serbuk (aku lupa apa namanya) untuk dicampur di ASI, ada yang kasih sufor cair karena mengira ada masalah di penyerapannya. Waktu itu sebenarnya aku disokong donor ASI, tetapi sebagian besar tetap Aidan menyusu langsung padaku. Dan hasilnya, tetap saja berat badannya tidak naik banyak. Bayangkan betapa bingungnya aku! Akhirnya teman-teman di grup menyarankan untuk membawa Aidan ke dr. Astri (ketua AIMI Jatim) di Sidoarjo. Dari situ baru ketahuan kalau Aidan tongue tie dan harus diinsisi di RSUD Sidoarjo dengan dr. Rizal SpA. Setelah itu, barulah BB Aidan naik secara signifikan.

Nggak ingin galau seperti aku kan? Jika setelah 'interview' sekiranya anda menyimpulkan nakes tersebut kurang menguasai masalah menyusui (padahal anda ingin melahirkan di situ), carilah Konselor Laktasi (KL) dan pastikan beliau mendapat ijin untuk mendampingi saat anda melahirkan. Kalau di Malang, DSA yang KL adalah dr. Brigitta. Ada juga dokter lain, tapi aku nggak seberapa hapal. Ada baiknya anda bergabung dengan grup FB AIMI supaya mudah mengakses informasi tentang KL di tiap kota.

4) Bagaimana kebijakan RS tentang susu formula?

Biasanya jawabannya adalah: sufor hanya diberikan jika dibutuhkan. Nah ini yang harus kita kejar. 'Dibutuhkan' itu kondisinya seperti apa?
Di bagian ini, jika RS atau nakes nampak nggak pro ASI, anda sudah boleh bersikap 'sok tahu'. Kalau ingin menyebutkan aturan-aturan, Permenkes atau UU yang lain, silakan. Kita perlu menunjukkan ke RS/nakes kalau bumil jaman sekarang sudah aware masalah ini dan jika RS tersebut nggak pro ASI, ini adalah sebuah bentuk tekanan supaya RS tersebut mau berubah. Tunjukkan kalau mereka akan beresiko kehilangan pasien jika masih bertahan dengan caranya.


Itu hal-hal pokok yang perlu diketahui -yang bisa jadi bakal panjang banget dalam prakteknya- jika kita mencari RS/nakes pro ASI. Jangan sungkan-sungkan bertanya banyak-banyak. Demi masa depan anak kita nih. Silakan diprint dan dibawa saat shopping nakes/RS jika kuatir lupa apa aja isinya. Semoga membantu yaaa..

Happy shopping, moms-to-be! Semoga bisa menemukan RS/nakes terbaik yang mendukung pilihan anda. *pelukpeluk*

Catatan tambahan:
Mungkin ada beberapa orang yang merasa saranku di sini terlalu 'keras', sementara bumil kan pinginnya woles aja. Sebenernya prakteknya woles banget kok. Asal kita nanyanya hepi, kecil kemungkinan orang merasa dihakimi.
Percayalah moms, lebih baik tegas saat kita shopping daripada kelimpungan setelah melahirkan. ASI eksklusif itu berat, sodara! Berat banget. Banyak yang berdarah-darah dan bersimbah air mata dalam proses memberi ASI.
Kalau ada yang nggak bermasalah dengan memberi ASI sehingga nggak butuh ilmu menyusui, itu prosentasenya kecil. Kecil pake banget. Jadi kalau sudah memutuskan untuk ASIX, maka berdayakan dirimu sejak hamil. Belajar, cari, tanya. Jangan segan.

#edukASI

No comments: