Tuesday, July 25, 2006

LEPASKAN BEBANMU, BUNDA!

“Oek….oek…”
“Aduh, sepatuku dimana ya?”
“Ma, gorengan gosong!”
“Ma, hari ini aku harus bayar SPP, ….”
“Bu, tagihan koperasi sudah jatuh tempo!”

Akrab dengan peristiwa diatas? Ya… itulah potret kehidupan sehari-hari kita sebagai ibu rumah tangga. Mengurus rumah, merawat anak, melayani suami, mengatur keuangan, merupakan tugas kita sehari-hari.
Menjadi ibu memang bukan pekerjaan mudah. Dituntut kesabaran, kecerdikan, ketangguhan sekaligus kecermatan untuk bisa melakoninya dengan baik. Sayang sekali untuk tugas yang teramat menantang ini tidak tersedia sekolah ataupun pendidikan yang memadai. Jika bukan yang bersangkutan proaktif untuk selalu menambah ilmunya, bisa dipastikan kegiatan sehari-harinya hanya bersifat rutinitas belaka yang cenderung kurang makna.
Seperti dalam hal mendidik anak, ibu memegang peranan vital. Sementara setiap anak dengan potensinya masing-masing memiliki karakter dan tingkah laku yang berbeda-beda. Dari sini seringkali muncul masalah. Ditambah kondisi ekonomi sekarang yang cenderung memberatkan keluarga dan memaksa ibu harus pandai-pandai memutar otak. Disini muncul masalah berikutnya. Kondisi ini bisa diperparah jika suami kurang memahami dan justru menambah rumit dengan permasalahan baru.
Rutinitas seperti ini yang terkadang membuat banyak ibu menjadi tertekan. Bahkan di Amerika, banyak ibu rumah tangga yang berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya dengan berbagai alasan, mulai dari tidak tahan menanggung beban keluarga, hingga bosan dengan rutinitas sehari-hari yang hampa kehilangan makna. Bersyukur di Indonesia masyarakatnya lebih agamis sehingga bisa menahan diri dari melakukan tindakan putus asa semacam itu. Tapi itu bukan berarti masalah selesai, karena rasa tertekan atau yang biasa dikenal dengan istilah depresi, bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan serius.
Depresi itu sendiri adalah suatu bentuk gangguan yang bersangkutan dengan masalah atau fungsi perasaan. Gangguan ini bisa memengaruhi kepribadian seseorang, misalnya rasa marah, sedih, putus asa, dan sebagainya. Sebagian besar perempuan memang lebih rentan terhadap depresi.
Ada tiga faktor penyebab depresi, secara genetik, karena pengaruh hormonal, pengaruh sosial budaya.
Faktor pengaruh sosial budaya terkait erat dengan pandangan bahwa wajar perempuan menumpahkan atau mengikuti perasannya, sementara laki-laki tidak. Sehingga, ketika laki-laki mengalami masalah perasaan, ia tidak terlalu memerdulikannya. Berbeda dengan perempuan, ia akan sangat terlarut dan mengikuti perasaannya. Depresi juga bisa berkaitan dengan siklus datang bulan yang dipengaruhi oleh hormon estrogen. Depresi melanda pula perempuan yang baru melahirkan, biasa disebut fenomena baby blue.
Depresi sendiri awalnya terkait dari stres kecil-kecilan. Setelah seseorang mengalami stres berkepanjangan, lama kelamaan penderita akan mengalami depresi. Sedangkan stresor atau faktor pencetus stres tidak sama pada semua orang. Misalnya pada seorang ibu rumah tangga, karena fokus kehidupannya adalah anak dan suami, maka pencetus stres bisa berasal dari dua pihak yang ia sayangi itu. Ketika ia mendapati masalah dalam hubungan ini, misalnya suami selingkuh atau kekurangan kasih sayang, ia menjadi stres. Berbeda halnya dengan perempuan karier. Faktor pencetus stres mungkin malah berasal dari lingkungan kerja dan pekerjaannya.
Ada banyak cara untuk mengatasi depresi. Salah satu penemuan yang fenomenal adalah ditemukannya terapi menulis sebagai sarana menyalurkan rasa tertekan. Menulis? Ya, menulis. Hasil penelitian yang dilakukan seorang psikolog bernama Dr. James W. Pennebaker dan mahasiswanya telah menunjukkan bahwa menulis tentang hal-hal yang negatif akan memberikan pelepasan emosional yang membangkitkan rasa puas dan lega. Menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang trauma yang dialami menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan yang lebih positif, dan kesehatan fisik yang lebih baik. Bahkan dalam penelitian juga terbukti bahwa orang-orang yang menuliskan pikiran dan perasaan terdalam mereka tentang pengalaman traumatis menunjukkan peningkatan fungsi kekebalan tubuh!
Seorang penulis wanita terkenal dari Maroko –Fatima Mernissi- juga menulis anjuran di bukunya, “Usahakan menulis setiap hari. Niscaya, kulit anda akan menjadi segar kembali akibat kandungan manfaatnya yang luar biasa! Dari saat anda bangun, menulis meningkatkan aktivitas sel. Dengan coretan pertama diatas kertas kosong, kantung di bawah mata anda akan segera lenyap dan kulit anda akan terasa segar kembali.”

Lalu, apa yang harus anda tulis agar anda sehat?
Terserah kepada anda untuk menulis apa saja yang anda inginkan. Anda harus membebaskan diri anda. Tidak usah terlalu memikirkan masalah tata bahasa, ejaan, atau struktur kalimat. Barangkali jika anda belum pernah menuliskan atau membicarakan pikiran dan perasaan anda sendiri, pertama-tama anda akan merasa canggung. Jika memang demikian, bersantailah dan praktikkanlah. Berbicaralah atau tuliskanlah terus selama waktu yang anda tentukan sendiri. Tak ada yang menilai anda disini. Jika anda tidak ingin tulisan anda dibaca orang lain, setelah selesai menulis anda bisa merobek atau membakarnya, walaupun disimpanpun tidak ada salahnya. Tetapi jika tulisan anda ditujukan untuk orang lain, suami misalnya, tak perlu ragu untuk memberikan tulisan anda kepadanya, agar iapun berusaha memahami anda. Banyak pasangan yang merasa lebih baik mengungkapkan isi hatinya dengan menulis kepada pasangannya daripada harus beradu mulut dan saling menyakiti.
Menurut Dr. Pennebaker, manfaat menulis diantaranya:
1. Menulis menjernihkan pikiran
2. menulis mengatasi trauma
3. Menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru
4. Menulis membantu memecahkan masalah
5. Menulis-bebas membantu kita ketika kita terpaksa harus menulisNah, tunggu apalagi ? Lepaskan bebanmu, Bunda! Menulislah!


(Dimuat dalam buletin Bunda edisi Juni 2006 -buletin inspirasi untuk bunda- ;dibagikan cuma-cuma di Malang)