Mengkritisi rubrik “Visite” berjudul “ADHD Ganggu Interaksi Anak” (JP minggu, 19 Maret 2006 halaman 35), ada baiknya kita membaca buku Thomas Amstrong berjudul “Setiap Anak Cerdas”.
Pada prinsipnya setiap anak telah dikaruniai Allah SWT keunikan masing-masing, termasuk dalam cara belajar. Inattensi, hiperaktifitas atau impulsifitas sebenarnya adalah tanda-tanda bahwa keunikan mereka tidak terakomodir dalam cara belajar yang mereka peroleh di lingkungan (terutama di sekolah). Bahkan setiap tahun jutaan anak di seluruh Amerika diberi label sebagai penderita ADD -Attention Deficit Disorder (gangguan kurang perhatian) – atau ADHD – Attention Deficit Hyperactivity Disorder (gangguan hiperaktif kurang perhatian), LD – Learning Disabled (ketidakmampuan belajar), disleksia (kesulitan membaca), atau sekedar underachiever (berprestasi di bawah kemampuan), hanya karena mereka tidak bisa mengikuti pola pendidikan yang diterapkan oleh sekolah.
Sampai kini bahkan para pakar tidak bisa menjelaskan apa arti istilah-istilah itu sebenarnya, apalagi menemukan bagaiamana penyembuhannya. Alih-alih memahami anak-anak tersebut, biasanya digunakan obat Ritalin untuk mengatasi “penyakit” ini. “Gejalanya” meliputi perilaku hiperkatif, impulsive dan perhatian yang mudah terpecah.
Kita harus menyadari bahwa anak-anak ini mungkin bisa belajar dengan sangat baik dengan cara mereka sendiri. Pada umumnya kita –pendidik, orang tua,dll- hanya peduli pada kemampuan dalam arti yang paling tradisional dan akademis – membaca, menulis, mengeja, IPA, IPS dan matematika dalam bentuk buku pelajaran dan lembar latihan standar serta belajar dengan cara duduk manis di dalam kelas dan mendengarkan guru berceramah. Padahal ada begitu banyak potensi dalam seorang anak yang tidak bisa dinilai hanya dengan cara-cara seperti itu.
Teori Multiple intelligent atau kecerdasan majemuk telah membuka mata kita bahwa ada begitu banyak cara untuk membuat anak-anak memahami suatu materi pelajaran. Bahkan banyak anak yang tidak bisa memahami sesuatu jika ia tidak bergerak.
Pengalaman pribadi saya ketika mengajarkan anak batita saya menghafal surat-surat pendek adalah justru ketika ia bermain. Walaupun kelihatannya ia tidak memperhatikan, tetapi tiba-tiba ia bisa mengucapkan surat-surat pendek yang pernah diajarkan (di usia 2,5 tahun ia sudah hafal 6