Tuesday, March 28, 2006

Mengkritis Label Ketidakmampuan Anak

Mengkritisi rubrik “Visite” berjudul “ADHD Ganggu Interaksi Anak” (JP minggu, 19 Maret 2006 halaman 35), ada baiknya kita membaca buku Thomas Amstrong berjudul “Setiap Anak Cerdas”.

Pada prinsipnya setiap anak telah dikaruniai Allah SWT keunikan masing-masing, termasuk dalam cara belajar. Inattensi, hiperaktifitas atau impulsifitas sebenarnya adalah tanda-tanda bahwa keunikan mereka tidak terakomodir dalam cara belajar yang mereka peroleh di lingkungan (terutama di sekolah). Bahkan setiap tahun jutaan anak di seluruh Amerika diberi label sebagai penderita ADD -Attention Deficit Disorder (gangguan kurang perhatian) – atau ADHD – Attention Deficit Hyperactivity Disorder (gangguan hiperaktif kurang perhatian), LD – Learning Disabled (ketidakmampuan belajar), disleksia (kesulitan membaca), atau sekedar underachiever (berprestasi di bawah kemampuan), hanya karena mereka tidak bisa mengikuti pola pendidikan yang diterapkan oleh sekolah.

Sampai kini bahkan para pakar tidak bisa menjelaskan apa arti istilah-istilah itu sebenarnya, apalagi menemukan bagaiamana penyembuhannya. Alih-alih memahami anak-anak tersebut, biasanya digunakan obat Ritalin untuk mengatasi “penyakit” ini. “Gejalanya” meliputi perilaku hiperkatif, impulsive dan perhatian yang mudah terpecah. Para “ahli” mengatakan bahwa hal ini akibat ketidakseimbangan susunan kimiawi saraf yang disebabkan oleh gen yang masih belum diketahui. Padahal label ini mempunyai satu masalah, yaitu gejala-gejala ini terlalu umum dan subjektif. Banyak anak mempunyai karakteristik ini selama periode waktu yang berlainan yang disebabkan oleh berbagai keadaan. Seorang anak bisa berperilaku hiperaktif untuk berbagai alasan: karena ia alergi susu, bosan sekolah, sangat kreatif, sangat tertekan, kesulitan belajar membaca, takut pada anak-anak lain di lingkungan tempat tinggalnya, atau seratus alasan lain. Sayangnya, sang anak kemudian dibebani label-label ketidakmampuan tersebut dan harus menjalani masa sekolah dengan anggapan bahwa ia tidak senormal anak-anak yang lain.

Kita harus menyadari bahwa anak-anak ini mungkin bisa belajar dengan sangat baik dengan cara mereka sendiri. Pada umumnya kita –pendidik, orang tua,dll- hanya peduli pada kemampuan dalam arti yang paling tradisional dan akademis – membaca, menulis, mengeja, IPA, IPS dan matematika dalam bentuk buku pelajaran dan lembar latihan standar serta belajar dengan cara duduk manis di dalam kelas dan mendengarkan guru berceramah. Padahal ada begitu banyak potensi dalam seorang anak yang tidak bisa dinilai hanya dengan cara-cara seperti itu.

Teori Multiple intelligent atau kecerdasan majemuk telah membuka mata kita bahwa ada begitu banyak cara untuk membuat anak-anak memahami suatu materi pelajaran. Bahkan banyak anak yang tidak bisa memahami sesuatu jika ia tidak bergerak.

Pengalaman pribadi saya ketika mengajarkan anak batita saya menghafal surat-surat pendek adalah justru ketika ia bermain. Walaupun kelihatannya ia tidak memperhatikan, tetapi tiba-tiba ia bisa mengucapkan surat-surat pendek yang pernah diajarkan (di usia 2,5 tahun ia sudah hafal 6 surat pendek). Ia tidak sendirian, karena menurut guru playgroupnya, banyak teman-temannya yang seperti itu, bisa belajar justru sambil bergerak. Hal ini tidak hanya berlaku untuk anak-anak usia pra sekolah, bahkan justru anak-anak usia sekolah dasar keatas, sangat memerlukan pola belajar yang variatif mengingat banyaknya beban materi pelajaran yang harus mereka kuasai.

Anak-anak adalah amanah dari Allah yang memerlukan perhatian serius dalam pola pendidikannya. Mereka butuh dukungan dari kita. Langkah pertama yang bisa kita lakukan dalam mendukungnya adalah berhenti terfokus pada kekurangannya, tidak melabelnya dengan ketidakmampuannya dan dukunglah potensi yang dimilikinya. Rasa minder, tidak percaya diri yang dikuatirkan akan muncul, sebenarnya berasal dari pembentukan lingkungan. Jika kita menghargai mereka dengan keunikan mereka, insya Allah hal-hal yang dikuatirkan bisa dicegah.

2 comments:

Mariskova said...

Hai, thanks udah mampir.
Iya nih, si ADD sering gak ditanggapi oleh ortu krn blom ngetop simtomnya. Disangkanya cuma kelebihan energi biasa.
Nice article!

Tika said...

Makasih kembali..